Contoh KTI "DETERMINAN KEJADIAN TYPHOID (TIFUS) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNAAHA KABUPATEN KONAWE"



lihat juga


Informasi tentang Contoh KTI "DETERMINAN KEJADIAN TYPHOID (TIFUS) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNAAHA KABUPATEN KONAWE"

I  PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, melainkan harus dilihat pula dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah sehat-sakit atau kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2003).
Derajat kesehatan di pengaruhi oleh empat faktor penentu yaitu: faktor bawaan, pelayanan kesehatan, perilaku, dan faktor lingkungan (fisik, biologik, kemasyarakatan). Faktor perilaku dan faktor lingkungan merupakan faktor penentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan masyarakat. Faktor penentu ini berada dalam kondisi interaksi dinamik, dengan faktor kependudukan (jumlah, jenis, distribusi, dan rehabilitasi), sosial budaya, ekologi, sumberdaya alam dan ekologi (Sukarni, 1994).
Dalam Indonesia sehat, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan yang sehat, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dalam memelihara budaya bangsa. Perilaku masyarakat yang pro aktif yang diharapkan dalam Indonesia sehat yaitu perilaku memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Departemen Kesehatan, 1999). 
Menurut World Health Organization (WHO), data mengenai penyakit typhoid berkisar antara 16 juta sampai 33 juta kasus yang terdeteksi dan sekitar 500.000 sampai 600.000 jiwa meninggal akibat penyakit typhoid. Demam typhoidmerupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Berdasarkan sebuah studi konservatif diperlihatkan bahwa sekitar 22 juta kasus typhoid penduduk yang meninggal sekitar 216.000 di tahun 2000 (Deroek, 2007). 
Penderita typhoid tersebar di seluruh dunia, berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai rumah sakit didunia menunjukkan sekitar 90% penderita yang terlambat ditangani meninggal dunia. Angka insidensi dari kejadian typhoidberkisar 198 per 100.000 penduduk di Mekong wilayah Provinsi Vietnam dan 980 per 100.000 penduduk di wilayah Delhi, India. Data tersebut memberikan gambaran betapa mengglobalnya penyakit typhoidserta diperkirakan sekitar 16 juta kasus baru penderita demam typhoid dan sekitar 600.000 penduduk meninggal akibat penyakit demam typhoid(Parry, 2002).
 Indonesia juga memiliki jumlah kasus typhoid yang cukup banyak, penderita demam typhoid diperkirakan 800/100.000 penduduk pertahun dan tersebar dimana-mana. Untuk wilayah Indonesia, menurut laporan data surveilans yang dilakukan oleh Sub Direktorat Surveilans Departemen Kesehatan, insidensi penyakit menunjukkan angka yang terus meningkat, yaitu jumlah kasus pada tahun 1990, 1991, 1992, 1993 dan 1994, berturut-turut adalah 9, 13, 15, 17, 92 per 10.000 penduduk. Berdasarkan data di pusat kesehatan menunjukkan angka peningkatan dari 92 kasus di tahun 1994 menjadi 125 kasus di tahun 1996  per 100.000 penduduk. Di Indonesia selama tahun 2006, demam Typhoid merupakan penyebab morbiditas peringkat ke-3 setelah diare dan DBD. Sedangkan di Jawa Barat tercatat selama tahun 2006 sebanyak 90.891 kasus Typhoid yang terdiri atas 70.846 kasus rawat jalan dan 20.045 kasus rawat inap (Muliawan dan Surjawidjaja, 2008).
Berdasarkan data Surveilans Terpadu Penyakit (STP) Berbasis Puskesmas dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2008, jumlah kunjungan penyakit typhoid berjumlah 3954 kasus dengan angka prevalensi 0,19% dan pada tahun 2009, jumlah kunjungan penyakit typhoid berjumlah 4539 kasus dengan angka prevalensi 0,21%. Berdasarkan data tersebut, prevalensi penyakit typhoid akan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun apabila tidak segera dilakukan tindakan pencegahan (Dinas Kesehatan Provinsi Sultra, 2009).
Kejadian penyakit typhoiddi Kabupaten Konawe dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan data Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis Rumah Sakit dari Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe pada tahun 2007, jumlah kunjungan penyakit typhoid berjumlah 211 kasus dengan angka prevalensi 0,09%. Tahun 2008 jumlah kunjungan penyakit typhoid berjumlah 292 kasus dengan angka prevalensi 0,12%. Dan pada tahun 2009 (Januari-November) jumlah kunjungan penyakit typhoid berjumlah 323 kasus dengan angka prevalensi 0,14%. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan kasus penyakit typhoid dari tahun 2007 hingga tahun 2009 yaitu dari 0,09% menjadi 0,14% (Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe, 2009).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, diperoleh data penderita typhoid yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Unaaha Kabupaten Konawe pada tahun 2009 sebanyak  325 orang penderita. Sedangkan pada bulan Maret sampai April tahun 2010, terdapat 55 pengunjung dengan gejala typhoid (demam) di RSUD Unaaha Kabupaten Konawe.
Pengetahuan merupakan apa yang diketahui oleh seseorang mengenai suatu objek. Pengetahuan yang dimiliki setiap orang merupakan faktor yang sangat dominan dalam penentuan sikap maupun tindakan mereka. Begitupun terhadap suatu penyakit, pengetahuan dapat menjadi faktor penentu bagaimana mereka bersikap dan bertindak dalam bentuk perilaku sehari-hari, termasuk bagaimana perilaku mereka sehari-hari terutama dalam penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).  
Faktor Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),  faktor  pengetahuan dan sikap yang masih kurang atau pengetahuan yang cukup namun belum diterapkan dengan baik dalam bentuk perilaku juga dapat  menjadi penyebab timbul atau meningkatnya kejadian typhoid. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti “Determinan kejadian penyakit typhoid di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Unaaha Kabupaten Konawe tahun 2010 ’’.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara pengetahuan, sikap, dan PHBS tatanan rumah tanggadengan kejadian  typhoid di RSUD Unaaha Tahun 2010.
C. Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan kejadian  typhoiddi RSUD Unaaha Tahun 2010.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kejadian typhoiddi RSUD Unaaha tahun 2010.
b.      Untuk mengetahui hubungan antara sikap dengan kejadian typhoid di RSUD Unaaha tahun 2010.
c.       Untuk mengetahui  hubungan antara PHBS tatanan rumah tangga dengan kejadian typhoid di RSUD Unaaha tahun 2010.
D. Manfaat Penelitian
1.      Manfaat ilmiah
      Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan merupakan bahan informasi yang dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.
2.      Manfaat praktis 
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi instansi terkait untuk penanggulangan penyakit menular.
3.      Manfaat bagi peneliti
Sebagai tambahan wawasan bagi peneliti dalam menyikapi berbagai faktor penyebab dari penyakit typhoid

 II  TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Penyakit Typhoid
1.   Pengertian
Penyakit typhoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi, ditandai dengan gejala demam 7 hari atau lebih, gejala gangguan saluran pernapasan, dan gangguan pada sistem saraf pusat. Demam typhoid adalah penyakit sistematik yang disebabkan oleh bakteri di tandai dengan demam insidius yang berlangsung lama, sakit kepala berat dan badan lemah (James, 2006).
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah (Darmowandowo, 2006).
2.   Etiologi
       Penyakit typhoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi yang merupakan kuman negatif, motif dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta dapat mati pada suhu 700C maupun oleh antiseptic. Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia (Rampengan dan Laurentz, 1993).
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a.    Antigen O (Ohne Houeh) yakni somatik antigen (tidak menyebar).
b.    Antigen H (Hovch) yakni menyebar dan terdapat pada flagel dan bersifat termologi.
c.    Antigen V (kapsul) merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen diatas, di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. Penyebab demam typhoid adalah bakteri Salmonella typhi. Sementara demam paratyphoid yang gejalanya mirip dengan demam typhoid namun lebih ringan, disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C. Bakteri ini hanya menginfeksi manusia. Penyebaran demam typhoid terjadi melalui makanan dan air yang telah tercemar oleh tinja atau urin penderita demam typhoid dan mereka yang diketahui sebagai carrier (pembawa) demam typhoid.
Di beberapa negara berkembang yang masih menjadi daerah endemik demam typhoid, kasus yang terjadi umumnya disebabkan pencemaran air minum dan sanitasi yang buruk. Infeksi terjadi jika anda mengkonsumsi makanan yang disiapkan oleh penderita demam typhoid yang tidak mencuci tangan dengan baik setelah ke toilet. Infeksi dapat juga terjadi dengan meminum air yang telah tercemar bakteri Salmonella.
Walaupun telah diobati dengan antibiotik, sejumlah kecil penderita yang sembuh dari demam typhoid akan tetap menyimpan bakteri Salmonella di dalam usus dan kantung empedu, bahkan selama bertahun-tahun. Orang ini disebut sebagai carrier kronis yang dapat menyebarkan bakteri melalui tinja mereka dan dapat menginfeksi orang lain. Perlu diwaspadai bahwa seorang carrier tidak memiliki gejala demam typhoid (www. Medicastore.com, 2008).
3.   Epidemiologi
Demam typhoid dan paratyphoid endemik di Indonesia. Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Di Indonesia demam typhoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens tertinggi pada daerah endemik terjadi pada anak-anak. Terdapat dua sumber penularan S.Typhi, yaitu pasien dengan demam typhoid dan yang lebih sering carrier. Di daerah endemik, transmisi terjadi melalui air yang tercemar S.typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan tersering di daerah non endemik (www. Medicastore.com, 2008).
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam typhoid di negara yang sedang berkembang adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standar industri pengolahan makanan yang masih rendah. Selain karena meningkatnya urbanisasi, demam typhoid masih terus menjadi masalah karena beberapa faktor lain yaitu, penyediaan air bersih yang tidak memadai, adanya starin yang resisten terhadap antibiotik. Masalah pada identifikasi dan penatalaksanaan carrier, keterlambatan membuat diagnosis yang pasti, patogenesis dan faktor virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya serta belum tersedianya vaksin yang efektif, aman dan murah (Soegijanto, 2002).
Terkait epidemiologi penyakit typhoid, faktor orang, tempat, dan waktu merupakan suatu permasalahan yang mendasar.
a.    Orang
Orang adalah karakteristik individu yang ada hubungannya dengan pemaparan atau kerentanan terhadap suatu penyakit. Perbedaan pada sifat atau karakteristik individu secara tidak langsung dapat memberikan perbedaan pada sifat atau keadaan keterpaparan atau derajat resiko terhadap suatu individu atau suatu keadaan keterpaparan, sangat berbeda atau dapat dipengaruhi oleh berbagai sifat karakteristik tertentu (Noor, 2004).
b.    Tempat
               Penyebaran penyakit menurut tempat lebih menekankan pada kondisi geografis, karena kondisi geografis tertentu erat kaitan dengan penyakit tertentu pula. Orang yang tinggal di daerah urban/perkotaan akan berbeda jenis penyakit dengan orang yang tinggal di daerah pedesaan. Kejadian demam typhoid dapat terjadi dimana saja yang memiliki sanitasi yang rendah, serta standar hygiene yang dimiliki masyarakat masih rendah.

c.    Waktu
Penyebaran masalah kesehatan berdasarkan waktu akan membantu dalam memahami kecepatan perjalanan penyakit dan lama terjangkitnya suatu penyakit. Penyebaran masalah ini pula dipengaruhi oleh beberapa hal seperti keadaan tempat terjangkitnya penyakit, keadaan penduduk, dan juga pelayanan kesehatan yang tersedia. Kejadian typhoid dapat terjadi sepanjang waktu dengan berbagai tempat yang berbeda dikarenakan penyakit ini bersifat sporadis dan tidak menutup kemungkinan orang yang ada di dalam satu rumah dapat tertular penyakit tersebut.
4.   Manifestasi klinik
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih bervariasi dibandingkan dengan penderita dewasa. Akibatnya, lebih sulit untuk menegakkan diagnosis demam typhoid pada anak terutama waktu muda umur penderita seperti typhoid kongenital maupun typhoid pada bayi bila hanya berpegang pada atau tanda-tanda klinis (Rampengan dan Laurentz, 1993).
Gejala-gejala klinis yang timbul yaitu penderita menderita sakit kepala, merasa sangat lelah, suhu tubuh penderita naik. Pada permulaan penyakit, penderita kadang-kadang menggigil dan kadang-kadang juga disertai diare dan sakit perut. Pada penderita yang terkena penyakit tifus, pada pagi hari penderita merasa dingin dan sore hari penderita merasa panas. Suhu tubuh berangsur-angsur naik antara ½ - 10C kemudian pada minggu kedua dan ketiga suhu tubuh menjadi tetap. Pada tahap berikutnya penderita mengalami kesadaran menurun (Soerawidjaja dan Azwar, 1989).
5.   Diagnosis
Menegakkan diagnosis demam typhoid pada anak merupakan hal yang tidak mudah, mengingat hal dan tanda-tanda klinis yang tidak khas, terutama pada penderita dibawah usia 15 tahun. Pada anak di atas 5 tahun atau dengan bertambahnya umur lebih mudah menegakkan diagnosis mengingat dengan makin bertambahnya umur, gejala serta tanda klinis demam typhoid hampir menyerupai penderita dewasa seperti : demam selama satu minggu atau lebih, lidah kotor, pembesaran limfa, hati, dan juga dapat disertai diare maupun konstipasi.
6.   Komplikasi
Komplikasi demam typhoid dapat dibagi dalam:
a.    Komplikasi intestinal
    1). Pendarahan usus
    2). Perforasi usus
    3). Ileus paralitik
    b.   Komplikasi ekstraintestinal
1)    Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
2)    Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, dan koagulasi intarvaskuler diseminata dan sindrom uremia hemolitik.
3)    Komplikasi paru: pneumonia, epiema, dan peluritis.
4)    Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis.
5)    Kompikasi ginjal: glumerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
6)    Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis,dan   arthritis.
7)    Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, psikosis dan sindrom katatonia (Mansjoer, 2001).
7.   Pencegahan
Sumber air minum harus memenuhi syarat, bersih, jernih, tidak mengandung hama penyakit yang berbahaya, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak mengandung zat kimia yang dapat meracuni tubuh manusia. Selain itu, sanitasi yang baik, terutama untuk membuang kotoran manusia, merebus air sebelum diminum, serta pengawasan makanan yang dikonsumsi dapat mencegah terjadinya penularan demam typhoid.
Pendidikan dan juga pengetahuan untuk masyarakat, terutama tentang kebiasaan dan kebersihan perorangan agar masyarakat mulai menyadari betapa pentingnya menjaga kebersihan perorangan sehingga dapat menghidarkan dari berbagai penyakit, kemudian memantau dan mengawasi terhadap carier/pembawa penyakit ini secara berkala dan juga memberikan pendidikan kesehatan.
B. Tinjauan Tentang Pengetahuan
1.  Pengertian
Pengetahuan adalah keyakinan mengenai suatu obyek yang telah dibuktikan kebenarannya, kiranya juga jelas bahwa kita hanya mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu yang benar. Maka keyakinan yang hanya secara kebetulan benar tidak dapat diterima sebagai pengetahuan. Pengetahuan harus dibuktikan (Hadi, 1996).
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 1993).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Makin tinggi pengetahuan/pendidikan kesehatan seseorang, makin tinggi kesadaran untuk berperan serta. Menurut penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni:
a.    Awarenes (kasadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
b.    Interest, (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini sikap subyek sudah mulai timbul, sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus.
c.    Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d.    Trial dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e.    Adoption dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran sikap yang positif, maka perilaku tersebut bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama.
2.     Cara memperoleh pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas (petugas kesehatan), kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut (Istiarti, 2000).
Berbagai macam cara memperoleh kebenaran pengetahuan, menurut Notoatmodjo (1997) mengelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:
a.    Cara tradisional atau non ilmiah
1)     Cara coba salah (trial and error)
Apabila seseorang mengalarni persoalan, upaya pernecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Apabila ada kemungkinan tersebut tidak berhasil dicoba kemungkinan yang lain.

2)    Cara kekuasaan atau otoritas
Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pernerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu pengetahuan.
  3)    Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
4)    Melalui jalur pikir
Melalui perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan.
b.     Cara modern
Cara baru atau cara modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah, dimana cara ini dikembangkan oleh Notoatmodjo (1997) dengan pengamatan logis terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan diklasifikasi dan akhirnya diambil kesimpulan umum.
3.     Proses mendapatkan pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Dalam mendapatkan pengetahuan melalui beberapa proses, salah satunya melalui proses adopsi perilaku. Dari pengalaman dan hasil penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan. Menurut Rogers dalam Notoatmodjo, (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam orang tersebut terjadi proses yang berurutan, awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu, interest, yakni orang mulai tertarik  kepada stimulus, evaluation, (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi, trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru dan adoption, sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaiknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).
4.     Tingkatan pengetahuan
Pengetahuan merupakan bagian dalam domain kognitif yang terdiri dari enam tingkatan (Notoatmodjo 2003).

a.    Tahu (Know)
Know disini diartiakan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, "tahu" ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.
b.    Memahami (Comprehension)
Tingkatan ini menunjukkan seseorang mampu untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c.    Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi riil.
d.    Analisis (Analysis)
Kernampuan untuk menggunakan atau menjabarkan suatu materi atau obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut masih ada kaitannya satu sama lain.

e.    Sintesa (Syntesis)
Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f.    Evaluasi ( Evaluation )
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Poedjawijatna (1999) mengemukakan bahwa ada dua tingkatan pokok pengetahuan yaitu:
1.    Pengetahuan biasa yaitu pengetahuan yang dipergunakan orang terutama untuk hidupnya sehari-hari tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, tidak mengetahui sebabnya demikian dan apa sebabnya baru demikian, misalnya orang tidak tahu benar mengapa air mendidih kalau dipanasi, dan sebagainya.
2.    Ilmu yaitu di samping orang menaruh minat pada garis pengetahuannya bagi hidupnya sehari-hari, orang juga ingin tahu dan berusaha pula memuaskan keinginannya itu lebih dalam: ia ingin tahu akan hal yang dihadapinya dalam keseluruhannya, tidak hanya memperhatikan gunanya saja, bahkan sekiranya (nampaknya) tidak berguna masih diselidiki juga. Contoh ia tidak puas hanya tahu air mendidih kalau dipanasi, melainkan diselidikinya apakah air itu, apa unsur-unsur dasarnya, dan seterusnya serta contoh lain tidak puas kalau penyakit seperti TBC berbahaya, akan tetapi ingin mengetahui apa sebenarnya TBC itu, apa penyebabnya, tanda, dan gejalanya, bagaimana penatalaksanaannya atau bagaimana cara perawatannya.
Lebih lanjut Poedjawijatna (1991) mengemukakan tentang macam-macam pengetahuan sebagai berikut:
a.    Pengetahuan khusus yaitu mengenai satu saja.
b.    Pengetahuan umum yaitu berlaku sebagai seluruh macam dan masing-masing dalam macamnya.
Baik pengetahuan khusus maupun umum, keduanya menjadi milik manusia berlandaskan pengalaman orang lain, sehingga manusia mengetahui sesuatu. Jadi, tahu hendaknya mencakup obyeknya, maka salahlah pengetahuannya, kelirulah orangnya. Kalau pengetahuan ternyata sesuai dengan obyeknya, maka puaslah dia serta dikatakan bahwa pengetahuannya itu benar atau ia mencapai kebenaran. Pengetahuan diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain ( Notoatmojo, 2003).
C. Tinjauan Tentang Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau obyek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.
Sikap senantiasa ada dalam diri  namun tidak selalu aktif setiap saat. Sikap merupakan kecenderungan untuk bereaksi secara positif (menerima) ataupun negatif terhadap suatu obyek itu. Sikap seseorang lebih banyak diperoleh melalui proses belajar dibandingkan dengan pembawaan atau hasil perkembangan dan kematangan. Sikap dapat dipelihara atau ditumbuhkan dan dapat pula dirangsang atau diperlemah.
        Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:
1.    Menerima (Receiving) 
           Orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan obyek.
2.    Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap menerima ide yang ditawarkan.
3.    Menghargai (Valuing)
        Mengajak orang lain untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap yang berarti bahwa orang (subyek)  menerima ide yang ditawarkan.
4.    Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilih dengan segala resikonya adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak tetapi belum melakukan aktifitas. Pengukuran sikap ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek atau dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden. Pengetahuan baru akan memberikan respon batin dalam bentuk sikap terhadap obyek yang diketahui. Sikap ini akan berpengaruh pada tindakan untuk meningkatkan derajat kesehatan individu dan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
D. Tinjauan Tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
 Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu program untuk menggerakkan masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat 2010. Sebagai tenaga motorik tersebut adalah orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan masyarakat dan paham akan nilai kesehatan masyarakat. Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Bagian yang paling menonjol dalam PHBS adalah menyangkut hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan.
Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus dibarengi dengan pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat. Sebab, apabila upaya dengan menjatuhkan sanksi hanya bersifat jangka pendek. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta dalam menyukseskan program-program kesehatan (Pdfdatabase.com, 2010).
Sasaran PHBS tidak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus lebih komprehensif dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial-budaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang berwawasan kesehatan dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan fisik seperti sanitasi dan hygiene perorangan, keluarga dan masyarakat, tersedianya air bersih, lingkungan perumahan, fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK) dan pembuangan sampah serta limbah. Lingkungan biologi adalah flora dan fauna. Lingkungan sosial-budaya seperti pengetahuan, sikap perilaku dan budaya setempat yang berhubungan dengan PHBS.
Indikator yang digunakan dalam PHBS tatanan rumah tangga terdiri atas 10 indikator, yaitu jamban keluarga, air minum yang dikonsumsi, tempat pembuangan sampah, kebersihan kuku anggota keluarga, konsumsi makanan dengan menu seimbang, tidak ada anggota keluarga yang merokok, pemanfaatan pekarangan rumah, Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), imunisasi lengkap balita dibawah usia 5 tahun, keikutsertaan sebagai anggota ASKES atau JPKM(Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat  (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengetahui masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
PHBS Tatanan Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melakukan PHBS untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
E. Kerangka Konsep
Kebiasaan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan. Dengan membiasakan dalam kondisi bersih dan sehat berarti telah melakukan usaha untuk meningkatkan kesehatan, memelihara kesehatan pribadi, lingkungan dan juga dapat mencegah timbulnya penyakit.
Pengetahuan masyarakat terhadap suatu penyakit terkadang masih kurang begitu sempurna. Diakibatkan banyak masyarakat memiliki kesibukan yang berbeda-beda sehingga jika mereka terkena penyakit terkadang tidak begitu mengindahkan dan jika telah parah baru kemudian membawa ke tempat pelayanan kesehatan. Untuk itu, perlu sering diadakannya penelitian yang berguna untuk melihat seberapa besar pengetahuan masyarakat dan bagaimana sikap mereka terhadap penderita typhoid untuk mengetahui permasalahan apa yang terjadi dimasyarakat sehubungan dengan kejadian typhoid.

WARNING: TIPS DOWNLOAD ADF TUNGGU 5 DETIK DAN SKIP ADD

I  PENDAHULUAN
II  TINJAUAN PUSTAKA
III  METODE PENELITIAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
KUISIONER 
MASTER TABEL
 



Demikianlah artikel Contoh KTI "DETERMINAN KEJADIAN TYPHOID (TIFUS) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNAAHA KABUPATEN KONAWE", mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua.

0 Response to "Contoh KTI "DETERMINAN KEJADIAN TYPHOID (TIFUS) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNAAHA KABUPATEN KONAWE""

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.